Bukan cita-cita dari sebagian mahasiswa untuk melakukan aksi demo dalam kehidupan selama ngampus. Beberapa mengatakan hal tersebut konyol adanya, beberapa lainya mengatakan hal tersebut merupakan salah satu hak mahasiswa untuk melakukan analisis social terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Dua pendapat ini sebenarnya tidak pernah menjadi seheboh ini sampai tulisan ini diposting (sebenarnya sampai sekarang juga tidak pernah heboh). Lalu bagi anda yang mahasiswa bagaimana menanggapinya? Pendapat saya? Bila demo itu dilakukan adalah sangat benar konyolnya (pendapat pribadi, everything is possible if you think with any views). Kenapa konyolnya? Saya tidak akan berkata hal ini konyol kalau saya tidak melakukanya. Pengalaman sekali seumur hidup dan harus segera dihapuskan dari memori otak yang mulai penuh dengan pikiran jorok.
Melanjutkan cerita dari masjid, penulis dan tulisanya sempat
nginep di masjid selama beberapa malam. Di usir oleh pengelola masjid karena dianggap
sangat merepotkan (ga Cuma numpang nginep, numpang makan, numpang dicuciin,
numpang ke kampus). Dan inilah kelanjutanya.
Masjid merupakan tempat ibadah bagi masyarakat beragama
islam. Di dalamnya tentunya kita melakukan hal yang bersifat religious seperti
sholat, berdzikir, membaca al-qur’an, bergurau di teras, makan gorengan, tidur
sambil nunggu kuliah (fenomena yang perlu diangkat sebagai skripsi di kampus
saya), tetapi entah apa yang terjadi, dengan berbagai alasan yang saya pikir
hal itu benar gerombolan “akhir” dari demo ini tidak berpikir demikian. Mereka
melakukan apa yang sepatutnya itu biasa saja, gerombolan ini dengan semangat
kehujanan hanya melewati masjid itu tanpa menyambanginya terlebih dahulu
(sebagian sudah sholat, sebagian mungkin lupa, sebagian lainya saya belum
menanyakanya, let’s be positive thinking). Entah ini suatu karma, kutukan,
azab, bencana, atau apapun kalian menyebutnya. Setelah melewati masjid kita
dihadapkan pada sebuah (lebih tepatnya empat) pilihan yang menyesatkan. Tepat
di depan mata kami ada sebuah perempatan biasa yang seharusnya itu memang
perempatan biasa hanya saja hujan, lalu menariknya apa? yang menjadi luar biasa
tidak masuk akalnya adalah, dari beberapa belas orang unik yang ada disana
hamper semuanya tidak tahu kemana larinya gerombolan demo yang berjalan lebih
dulu tadi? (sisanya berpikir dengan ke sok tahuan). Kita2 yang memang dari
awalnya ga niat berdemo memang sengaja tidak mengetahui route perjalanan demo
ini, mau ke Fmipa, F teknik, atau mau pulang ke kost. Dari 14 orang (dikira
kira, bisa berubah sesuai kebutuhan) hanya satu orang bijaksana yang harusnya
tahu, karena hanya satu orang yang kami anggap bijak inilah yang ikut rapat
aksi demo ini. Akan tetapi betapa WTF-nya orang tolol satu ni juga tidak tahu
kemana harusnya gerombolan itu pergi. Dalam kagalauan tingkat tinggi kita hanya
diam di tengah2 perempatan besar yang merupakan jantung lalu lintas kampus pendidikan
tsb. Diam bak orang tolol, dianggap pengemis jalanan, berteriak teriak bak
orang gila, frustasi, galau, update status di facebook “men keren gw nyasar pas
demo” atau update di twitter “ Cemungudh Eaph kakagh RT @inadexpyro nyasar
dengan orang bego à
RT @alinggamahatma ada apa ini tuhan? “, main aer kayag bego autis, Mulai
menyesali kenapa tadi ga mampir ke masjid dulu, lumayan beli gorengan. Ditambah
penderitaan datangnya beberapa orang susulan yang kami tidak mengharapkan
mereka. Sangat membuat hal ini jadi konyol luar biasa, sekarang coba bapak ibu
bayangkan, dimana anda bisa menjumpai cerita tentang sekelompok orang yang
berdemo dan mereka “NYASAR” selain di sini (mungkin banyak di google).
Saya sangat menyarankan kepada kalian mahasiswa awam yang
ingin melakukan aksi long march, SATU hal pesan saya, tolong. Untuk selalu
membawa ransel, karena ini akan sangat berguna kalau-kalau anda sama bodohnya
dengan saya. Ransel ini diharapkan mampu membantu kita dalam memanggil “peta”,
seperti certia dora dan monyetnya (anda bisa menganggap monyetnya saya, tak
apalah).
Dalam kesuraman wajah, kami mulai menemukan secercah harapan
redup yang mungkin menyelamatkan nyawa kita dari lembah suram ini. Gerombolan
tadi mulai tampak dengan teriakan serak khas mereka, muncul dengan ke “keren”
an tersendiri menunjukan jalan benar menunju jalanNYA. Dalam hati sendiri saya
bersorak “hore…. akhirnya kau lepaskan aku dari kebegoan ini, ayo bimbing aku
menuju idiot lainya”. Kami langsung saja menghampiri mereka dengan langkah
tergopoh gopoh seperti tuna wisma yang belum makan seratus hari. Setelah
bergabung kembali dengan mereka yang “benar” kami melanjutkan cerita sesat ini
dengan penuh liku. Rintangan berikutnya datang, berbaris dengan formasi
pengibar bendera 17-an kami dilihat ratusan mahasiswa yang seperti melihat
karnaval dan topeng monyet (anjritzz ini bukan topeng, ini wajah gw njink).
Dengan tatapan mereka seperti itu saya seperti terlihat konyol. Tapi dengan
prinsip kecuekan saya tetap melanjutkan kegilaan ini sampai acara demo konyol
ini berakhir dan betapa menyebalkanya akhirnya satu prinsip dasar hidup saya
terpatahkan, bahwa demo adalah ahal yang benar2 tidak menyenangkan dan tak akan
pernah menjadi menyenangkan. Buat kalian yang konyol yang membaca tulisan ini,
saya mengingatkan anda mumpung belum terlanjur untuk melakukanya segera hapus
keinginan itu dari pikiran nada SEGERA.
1 komentar:
Kekonyolan yang "keren"
:hammer:
Posting Komentar