Demonstrasi adalah tindakan untuk menyampaikan penolakan, kritik, ketidakberpihakan, mengajari hal-hal yang dianggap sebuah penyimpangan. Maka dalam hal ini, sebenarnya secara bahasa demonstrasi tidak sesempit, melakukan long-march, berteriak-teriak, membakar ban, aksi teatrikal, merusak pagar, atau tindakan-tindakan yang selama ini melekat pada kata demonstrasi.
Selasa, di suatu tanggal di bulan January di akhir zaman.
Saya melihat beberapa mahasiswa di kampus saya yang tidak perlu disebutkan
namanya (lu kan bisa liat di profile gw?
Bego nih penulis….!!) sedang melakukan aksi “long March” menyusuri kampus ditengah
hujan yang sebenarnya tidak cukup deras tetapi cukup dikatan sebagai hujan yang
menghambat bagi sebagian orang yang “kemenyek”. Aksi yang menyita perhatian
sejimpit mahasiswa tersebut saya nilai sangat konyol, tidak masuk akal, dan
sangat bertolak belakang dengan prinsip ke apatisan saya sebagai seorang
mahasiswa. Betapa tidak konyolnya?? saat sebagian mahasiswa seharusnya
menghabiskan waktunya untuk belajar, dan sebagian sisanya menghabiskan waktunya
di kantin, ngopi, nongkrong, ngeblog, dan ngeposting tulisan ini. Disini malah
ada sekelompok mahasiswa yang melakukan perilaku yang tidak disebutkan dalam
detail pembayaran SPP?, entah kenapa ini menjadi sangat perlu di kritisi karena
apa? Karena saya juga ikut di dalam barisan aksi tersebut (0.o) dan kali ini saya akan berbagi sebuah cerita
konyol saat saya melakukan aksi demo pertama saya bersama beberapa teman yang
sebagian tidak mengerti kenapa saya ikut menyeretnya dalam tulisan ini.
“Saya sangat menyarankan kepada anda para orang tua untuk
memberikan bimbingan, dampingan, serta perlindungan kepada anak2 anda sehingga
anak2 anda tidak meniru apapun yang anak anda baca disini, (disini saya sangat
mendukung perlu adanya parental advisory,
sebagian yang diceritakan disini terdapat adegan tidak layak dikonsumsi yang
sifatnya rekayasa dan fatamorgana), apapun yang menjadi dampak dari bacaan ini
bukan menjadi tanggung jawab penulis dan tukang bakso di depan saya. Bacaan
apapun yang sudah anda baca tidak dapat dikembalikan dalam bentuk dan alasan
apapun jua, kami tidak menerima penjualan kredit.“
Sebuah selasa wage jam sekian siang di tengah hujan deras
yang mulai meredup karena lupa bayar listrik dan air. Berkumpulah sekelompok
mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa anti harmadhani (nama aliansi
sengaja di samarkan karena dianggap kurang keren), beberapa mahasiswa tersebut
berencana melakukan aksi demo untuk melampiaskan kekecewaanya atas dipilihnya Adi HArmadhani sebagai mahasiswa ganteng di
kampusnya (kepentingan tersebut juga sengaja di samarkan karena sesungguhnya
kepentingan yang ditulis disini juga merupakan fitnah kepada penulis belaka).dalam
damai, saya sebenarnya sedang memimpin sebuah rapat penting di organisasi yang
saya ikuti. Di tengah akhir acara salah seorang kerabat terdekat saya (sedang
duduk di sebelah saya juga sih) tiba2 secara sukarela (bukan paksa) menarik
saya untuk ikut dalam aksi tersebut, dengan alasan saya cocok untuk jadi bahan
pelampiasan emosi aksi yang marah ini. Sebenarnya saya sangat keberatan, akan
tetapi karena bujukan dari 147 mahasiswa yang ada di ruang lobby fakultas serta
karena adanya media pers dari CCTV yang mengabadikan aksi tersebut yang juga kemungkinan
membuat saya semakin terkenal hinanya membuat kata-kata “anang” terngiang dihatiku
yang akhirnya saya luluh juga untuk mengikutinya.
Berkumpul dan
berencana berangkat dari depan gedung fakultas ilmu pendidikan, saya dan beberapa
teman2 “ANEH” saya berkumpul bersama
beberapa sahabat dari suatu golongan yang tidak perlu disebutkan nama orang tua
dan NIMnya, membahas bagaimana aksi ini akan berlangsung, datang kesana dengan
kepolosan, ketololan, dan kepedesan, disambut dan disuguhi dengan berbagai
macam hal yang membludak diantaranya kertas bertuliskan orasi kekecewaan,
beberepa hymne yang bahkan nadanya saya tidak ingat (menurut penuturan salah
satu demonstran, lagu tersebut bisa didownload di 4shared), seruan, yel-yel
yang semuanya saya tidak paham maksudnya. Kami berbaris dengan formasi timnas
garuda muda dan ditali layaknya segerombol sapi yang akan disembelih,
mendengarkan orator (atau pemimpin barisan atau apalah namanya) berorasi
mengeluarkan kata2 hinaan, makian, kekecewaan pada sebuah operator kartu CDMA
yang lupa akan kewajibanya untuk menjadi provider GSM.
Dimulai pada pukul 2 sakit sekali kita mulai long march dari
depan gedung fakultas pendidikan yang
nantinya akan berputar ke fakultas ekonomi dan langsung ke rute yang telah
ditentukan sebelumnya, baru ada beberapa kaki (artinya baru beberapa langkah)
saya berhenti dipojokan (merenung) karena saya bersama teman2 unik saya sempat
disambut oleh kelompok lain yang kita belum bersahabat dengan mereka, beberapa
yang lainya tetap meneruskan long march tersebut dan tak acuh pada beberapa
kelompok yang ga jelas itu. Saya dan 2 orang teman unik saya berhenti tetap
disitu bukan karena alasan ketidak gentle an kami. Tetapi kami berhenti karena
kami merencanakan sebuah rencana pelarian dari sebuah bangsal pemaksaan. Di
tengah saya berimajinasi, tibalah rombongan kedua yang menyelamatkan (lebih
tepatnya menyesatkan) kami. Kelompok yang datang dari sebuah asap kopi cethe
berlagak bagaikan pahlawan kehujanan dan berbicara bijak “mari kita lanjutkan
petualangan ini” (emang ini dora??), dengan terbata-bata kami tidak mampu untuk
menolak ajakan bijak tersebut. Dengan langkah keren tergopoh-gopoh dan
terseok-seok, kami melanjutkan perjalanan binal tersebut. Di perjalanan menuju
fakultas sastra kita lebih banyak diam dan bercanda, mengeluarkan makian kepada
seseorang gemuk yang jelas bukan saya. Dan menghina seorang bernama harmadhani
yang sayapun bahkan tidak mengenalnya. Setelah melewati fakultas sastra kami
berhenti di masjid untuk menghentikan sesaat cerita ini, dan betapa
menyebalkanya cerita ini bersambung.…
Kecewa? Tunggu beberapa saat lagi obor menyala dan siap2
untuk membakar blog ini, nantikan obor (bagian) paling panasnya minggu depan.
Read More